Mikroplastik : si kecil yang berbahaya bagi biota laut !
By: Christine Lydia | Mei 19th, 2022
Luasnya perairan yang terdapat di Indonesia nyatanya memiliki polemik tersendiri dalam mengelola sumberdaya yang ada didalamnya. Keanekaragaman laut yang begitu melimpah tidak serta merta menjadikan Indonesia aman dengan hasil lautnya. Hal ini disebabkan masih banyaknya ditemukan pencemaran perairan yang sangat memprihatikan yang diakibatkan dari kegiatan dan aktivitas manusia yang tidak peka terhadap kualitas perairan itu sendiri.
Mikroplastik merupakan salah satu masalah yang masih belum teratasi hingga saat ini di perairan Indonesia. Mikroplastik merupakan plastik yang berukuran kecil dengan ukuran <5mm. Pada umumnya mikroplastik dibedakan menjadi 2 sumber yaitu primer dan sekunder. Menurut Ariskha (2019) mikroplastik primer adalah mikroplastik yang sengaja diproduksi untuk kepentingan tententu. Mikroplastik ini biasanya terdapat didalam produk-produk pembersih dan kecantikan, pellet untuk pakan hewan, bubuk resin, dan umpan produksi plastik.
Sedangkan mikroplastik sekunder adalah mikroplastik yang berasal dari degradasi plastik yang lebih kecil setelah melalui proses fotodegradasi di lingkungan laut dan proses pelapukan limbah lainnya seperti kantong plastik yang dibuang, sterofoam yang terurai diperairan atau seperti jaring ikan (Eriksen et al., 2014).
Partikel mikroplastik yang terdapat diperairan dapat dibedakan berdasarkan jenis polimer, ukuran, bentuk hingga warna yang berbeda. Berdasarkan jenis polimer atau yang disebut dengan "komposisi plastik" biasanya mikroplastik digolongkan menjadi Etilena-vinil asetat kopolymer (EVA), Polipropilena (PP), Polietilena tereftalat (PET), Polivinil clorida (PVC), Cellophane (CP), Polivinil asetat (PVA) dan Poliamida (PA), dimana polimer tersebut termasuk dalam polimer plastik utama yang diproduksi di seluruh dunia (Lithner et al., 2011).
Selain itu, Polietilena (PE), Polipropilena (PP), Polivinil clorida (PVC), Polistirena (PS) dan Polietilena tereftalat (PET) yang memiliki densitas rendah dan tinggi, merupakan komposisi plastik sintetis yang paling banyak digunakan dan menjadi polutan di lingkungan pesisir dan laut (Andrady, 2011; Engler, 2012).
Berdasarkan ukurannya plastik pada umumnya dibedakan menjadi 5 kategori yaitu mega (>100 cm), makro (>2,5-100 cm), meso (>5-25 mm), mikro (1-5000 μm), dan nano (<1 μm) (Browne et al., 2011). Plastik berukuran mikro dan nano dapat disebut sebagai partikel karena ukurannya yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan alat bantu seperti mikroskop. Partikel plastik tersebut sangat berbahaya jika masuk kedalam perairan karena biota laut cenderung tidak dapat membedakan makanannya dengan mikroplastik yang pada akhirnya tertelan dan masuk kedalam tubuh dan sistem pencernaan biota-biota laut.
Jika dilihat berdasarkan bentuknya, mikroplastik dibedakan menjadi fiber, film, fragmen, pellet, dan foam. Contoh mikroplastik berbentuk fiber biasanya berasal dari serat pakaian, peralatan penangkap ikan seperti jaring, benang pancing dan karung (Nor & Obbard, 2014). Bentuk film biasanya terbentuk dari fragmentasi plastik seperti kantong plastik dan kemasan makanan (Lassen et al., 2015). Bentuk fragmen berasal dari potongan plastik bersifat polimer kuat, seperti polypropylene, polyethylene, dan polystyrene (Mani et al., 2015). Pellet merupakan bahan baku pembuatan plastik yang dibuat langsung oleh pabrik, dimana jenis ini termasuk mikroplastik primer (Dewi et al., 2015). Sedangkan bentuk foam dapat berasal dari fragmentasi makroplastik, seperti styrofoam box, gelas mie instan, styrofoam kotak makanan.
Berdasarkan warnanya, mikroplastik dapat dikategorikan menjadi enam kategori: biru, hitam, kuning, transparan, putih dan merah. Kategori biru mencakup warna biru, biru tua, biru muda, hijau tua dan hijau muda (Peng et al., 2017).
Dampak Mikroplastik bagi Lingkungan Perairan
Mikroplastik yang terus menerus masuk kedalam perairan dapat berakibat buruk bagi keberlangsungan hidup biota akuatik. Hal tersebut dikarenakan mikroplastik bersifat peristen dan sangat sulit untuk diuraikan dan berpotensi dapat menyerap senyawa organik dilingkungan serta bersifat toksik jika mikroplastik tertelan oleh biota.
Dampak lain yang terjadi adalah terganggunya sistem kekebalan tubuh dan sistem pencernaan biota sehingga dapat menyebabkan masalah internal seperti pendarahan dan penyumbatan pada saluran pencernaan. Dampak terburuk dari adanya mikroplastik diperairan dapat meneyebabkan kematian pada biota laut. Hal ini tentu saja dapat terjadi dikarenakan ketidakmampuan biota laut untuk dapat memfilter atau membedakan makanan mereka dengan benda asing yang umumnya berukuran kecil.
Biota laut yang telah terkontaminasi oleh mikroplastik dapat membahayakan jika pada akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Hal yang dapat terjadi jika mengkonsumsi makanan laut seperti ikan dan seafood yang sudah terkontaminasi mikroplastik adalah dapat menyebabkan gangguan pencernaan, terganggunya sistem reproduksi, radikal bebas, demensia, impotensi, keracunan, hingga kanker.
Mikroplastik tidak dapat kita hiraukan begitu saja melihat masalah yang banyak terjadi akibat jumlah mikroplastik yang sangat banyak diperairan. Peran pemerintah dan masyarakat sekitar sangat diperlukan untuk dapat bahu membahu mengurangi pencemaran sampah plastik di lautan Indonesia dengan tidak membuang segala macam sampah ataupun plastik kedalam perairan.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa pada tahun 2015 produksi sampah plastik diperkirakan antara 4,8 hingga 12,7 juta metrik ton (MMT) yang masuk keperairan Indonesia. Tahun 2018 terjadi kenaikan dimana sampah plastik menyentuh angka 615.674,63 ton. Jumlah ini merupakan angka yang sangat fantastik dan sungguh memperihatinkan.
Pada tahun 2019 terjadi penurunan di angka 556.074,94 ton. Tahun 2020 juga terjadi penurunan sampah plastik diangka 521.540 ton. Walau sedikit tetapi metrik menunjukan bahwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya menjaga kualitas dan pelestarian laut dari ancaman pencemaran. Dr Nani Hendiarti, Selaku pejabat di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menyebutkan jumlah sampah plastik yang masuk ke laut pada tahun 2020.
"Hasil perhitungan sementara dari Tim Koordinasi Sekretariat Nasional Penanganan Sampah Laut, total sampah yang masuk ke laut pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 521.540 ton, dimana sekitar 12.785 ton berasal dari aktivitas dilaut" Kata Nani dikutip dari VOA Indonesia.
diperlukan peran aktif pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk terus menjaga kebersihan dan pelestarian laut. Hal ini dilakukan guna mengurangi pencemaran yang terjadi diperairan seperti sungai, laut dan lainnya yang merupakan habitat alami biota akuatik.
Comments
Post a Comment